THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Jumat, 10 Juni 2011

ASKEP ANEMIA

A. Pengertian
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.
B. Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan sebagainya.
Penyebab umum dari anemia:Perdarahan hebat,Akut (mendadak),Kecelakaan,Pembedahan,Persalinan,Pecah pembuluh darah,Penyakit Kronik (menahun),Perdarahan hidung,Wasir (hemoroid),Ulkus peptikum,Kanker atau polip di saluran pencernaan,Tumor ginjal atau kandung kemih,Perdarahan menstruasi yang sangat banyak,Berkurangnya pembentukan sel darah merah,Kekurangan zat besi,Kekurangan vitamin B12,Kekurangan asam folat,Kekurangan vitamin C,Penyakit kronik,Meningkatnya penghancuran sel darah merah,Pembesaran limpa,Kerusakan mekanik pada sel darah merah,Reaksi autoimun terhadap sel darah merah,Hemoglobinuria nokturnal paroksismal,Sferositosis herediter,Elliptositosis herediter,Kekurangan G6PD,Penyakit sel sabit,Penyakit hemoglobin C,Penyakit hemoglobin S-C,Penyakit hemoglobin E,Thalasemia (Burton, 1990).
C. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).

D. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung(Sjaifoellah, 1998).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
6. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.
7. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.

C. Intervensi/Implementasi keperawatan:
1) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : - mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
- meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI
Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam.
Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
Tingkatkan masukkan cairan adekuat.
Rasional : membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.
Rasional : membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
Amati eritema/cairan luka.
Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan.
Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik (kolaborasi).
Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local.

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : - menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
- tidak mengalami tanda mal nutrisi.
- Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.


INTERVENSI & IMPLEMENTASI
Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.
Rasional : menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
Rasional : gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
 Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.
Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.



3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil : - melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
- menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI
Kaji kemampuan ADL pasien.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.
Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
 Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil : - menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.


INTERVENSI & IMPLEMENTASI
Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.
Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jajntung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
Rasional : iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer.
Rasional : termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.
Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

5) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
Tujuan : dapat mempertahankan integritas kulit.
Kriteria hasil : - mengidentifikasi factor risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera dermal.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI
Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi.
Rasional : kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang apabila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur.
Rasional : meningkatkan sirkulasi kesemua kulit, membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler.
Anjurkan pemukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun.
Rasional : area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan.
Bantu untuk latihan rentang gerak.
Rasional : meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
 Gunakan alat pelindung, misalnya kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air. Pelindung tumit/siku dan bantal sesuai indikasi. (kolaborasi)
Rasional : menghindari kerusakan kulit dengan mencegah /menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.

6) Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.
Tujuan : membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
Kriteria hasil : - menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI
Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
Rasional : membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat.
Auskultasi bunyi usus.
Rasional : bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
Awasi intake dan output (makanan dan cairan).
Rasional : dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi diet.
Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung.
Rasional : membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu memperthankan status hidrasi pada diare.
Hindari makanan yang membentuk gas.
Rasional : menurunkan distress gastric dan distensi abdomen
 Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan kondisi kulit atau mulai kerusakan. Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare.
Rasional : mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan.
Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat dan bulk.
Rasional : serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk defekasi.
Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan. (kolaborasi)
Rasional : mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.
 Berikan obat antidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan obat mengabsorpsi air, misalnya Metamucil. (kolaborasi).
Rasional : menurunkan motilitas usus bila diare terjadi.
7) Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
Kriteria hasil : - pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit.
- mengidentifikasi factor penyebab.
- Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI
Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic.
Rasional : ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien anemia sel sabit baik aktual maupun potensial adalah sebagai berikut :
l.Nyeri berhubungan dengan diogsigenasi jaringan (Hb menurun).
m.Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan pada sum-sum tulang.
n.Aktifitas intolerance berhubungan dengan kelemahan otot.
o.Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan porsi makan tidak dihabiskan.
p.Integritas kulit berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke jaringan.
q.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
r.Kecemasan / kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.
Rencana keperawatan
Nyeri berhubungan dengan diogsigenasi jaringan (HB rendah)
Tujuan : Tidak merasakan nyeri,
Tindakan keperawatan
n.Kaji tingkat nyeri
Rasional : Dengan mengkaji tingkat nyeri dapat mempermudah dalam menentukan intervensi selanjutnya.
o.Anjurkan klien teknik nafas dalam
Rasional : Dengan menarik nafas dalam memungkinkan sirkulasi O2 ke jaringan terpenuhi.
p.Bantu klien dalam posisi yang nyaman
Rasional : Mengurangi ketegangan sehingga nyeri berkurang.
q.Kolaborasi pemberian penambah darah
Rasional : Membantu klien dalam menaikkan tekanan darah dan proses penyembuhan.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan sumsum tulang.
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Tindakan keperawatan :
a.Ukur tanda-tanda vital :
Rasional : Untuk mengetahui derajat / adekuatnya perfusi jaringan dan menentukan intevensi selanjutnya.
b.Tinggikan kepala tempat tidur klien
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler
c.Pertahankan suatu lingkungan yang nyaman.
Rasional : Vasekonstriksi menurunkan sirkulasi perifer dan menghindari panas berlebihan penyebab vasodilatasi.
d.Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila terjadi kelemahan.
Rasional : Stres kardiopulmonal dapat menyebabkan kompensasi.
Aktivitas intolerance berhubungan dengan kelemahan otot
Tujuan : aktifitas toleransi, dengan kriteria : klien bisa melakukan aktivitas sendiri.
Tindakan keperawatan
a.Kaji tingkat aktifitas klien
Rasional : Untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan klien dan untuk menetukan intervensi selanjutnya.
b.Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien
Rasional : Untuk membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
c.Bantu pasien dalam melakukan latihan aktif dan pasif
Rasional : Untuk meningkatkan sirkulasi jaringan
d.Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADLnya
Rasional : Dengan bantuan perawat dan keluarga klien dapat memenuhi kebutuhannya.
e.Berikan lingkungan tenang
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan regangan jantung dan paru..
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan porsi makan tidak dihabiskan.
Tujuan : Nutrisi terpenuhi dengan kriteria : nafsu makan meningkat, porsi makan dihabiskan.
Tindakan keperawatan :
a.Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi efisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
b.Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering dan bervariasi
Rasional : Pemasukan makanan atau menambah kekuatan dan diberikan sedikit-sedikit agar pasien tidak merasa bosan.
c.Beri HE tentang pentingnya makanan atau gizi
Rasional : Makanan yang bergizi dapat mempercepat penyembuhan penyakitnya..
d.Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Mengawasi penurunan BB atau efektivitas intervensi nutrisi.
e.Penatalaksanaan pemberian vitamin B1.
Rasional : Vitamin bisa menambah nafsu makan.
f.Konsul pada ahli gizi
Rasional : Membantu dalam membuat rencana diit untuk memenuhi kebutuhan individu.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke jaringan
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit dengan kriteria : kulit segar, sirkulasi darah lancar
Tindakan keperawatan .
a.Kaji integritas kulit, catat pada perubahan turgor, gangguan warna
Rasional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilitas
b.Anjurkan permukaan kulit kering dan bersih
Rasional : Area lembab, terkontamiansi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik
c.Ubah posisi secara periodik
Rasional : Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan / mempengaruhi hipoksia selular.
d.Tinggikan ekstremitas bawah bila duduk
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena menurunkan statis vena / pembentukan edema.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit
Tujuan : Mencegah / menurunkan resiko infeksi
Tindakan keperawatan
a.Berikan perawatan kulit
Rasional : Menurunkan resiko kerusakan kulit / jaringan dan infeksi
b.Dorong perubahan posisi / ambulasi yang sering
Rasional : Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu mobilisasi sekresi
c.Tingkatkan masukan cairan adekuat
Rasional : Membantu dalam mengencerkan sekret pernafasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah statis cairan tubuh
d.Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia.
Rasional : Adanya proses inflamasi / infeksi membutuhkan evaluasi / pengobatan.
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya
Tujuan : Memahami tentang penyakitnya, mau menerima keadaan penyakitnya, klien tidak bertanya tentang penyakitnya
Tindakan keperawatan
a.Berikan informasi tentang penyakitnya
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi
b.Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya
Rasional : Memberi pengetahuan berdasarkan pola kemampuan klien untuk memilih informasi
c.Dorong mengkonsumsi sedikitnya 4 – 6 liter cairan perhari
Rasional : Mencegah dehidrasi dan konsekuensi hiperviskositas yang dapat membuat sabit / krisis.
d.Dorong latihan rentang gerak dan aktivitas fisik teratur dengan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Mencegah demineralisasi tulang dan dapat menurunkan resiko fraktur.
Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses perawatan.
Hasil evaluasi yang diharapkan / kriteria : evaluasi pada klien dengan anemia sel sabit adalah sebagai berikut :
Mengatakan pemahaman situasi / faktor resiko dan program pengobatan individu dengan kriteria :
a.Menunjukkan teknik / perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
b.Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan dengan kriteria :
a.Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala peyebab.
b.Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.
Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping terhadap persepsi dengan kriteria :
c.Menyatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan.
d.Menyukai diri sebagai orang yang berguna.
Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria :
e.Tanda-tanda vital stabil, turgor kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.
Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan berat badan yang sesuai dengan kriteria :
f.Menunjukkan peningkatan berat badan, mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.
DAFTAR PUSTAKA
• Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.
• Burton, J.L. 1990. Segi Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Binarupa Aksara : Jakarta
• Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2. EGC : Jakarta
• Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. ed.3. EGC : Jakarta
• Effendi , Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
• Hassa. 1985. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. FKUI : Jakarta

ASUHAN KEPERAWATAN KUSTA

1. Pengertian
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Lepra : Morbus hansen, Hamseniasis
Reaksi :Episode akut yang terjadi pada penderita kusta yang masih aktiv disebabkan suatu interaksi antara bagian-bagian dari kuman kusta yang telah mati dengan zat yang telah tertimbun di dalam darah penderita dan cairan penderita.
2. Etiologi
M. Leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo.
3. Patogenesis
Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.
Pengaruh M. Leprae ke kulit tergantung factor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi lama, serta sifat kuman yang Avirulen dan non toksis.
M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk memfagosit.
4. Klasifikasi Kusta
Menurut Ridley dan Joplin membagi klasifikasi kusta berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik, histo patologik, dan status imun penderita menjadi :
1. TT : Lesi berupa makula hipo pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering dan kadang dengan skuama di atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas, pertumbuhan langsung dan sekresi kelenjar keringat. BTA ( - ) dan uji lepramin ( + ) kuat.
2. BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan permukaan kering bengan jumlah 1-4 buah, gangguan sensibilitas ( + )
5. Gambaran Klinis
Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling
1. Tipe Tuberkoloid ( TT )
• Mengenai kulit dan saraf.
• Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas, regresi, atau, kontrol healing ( + ).
2. Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )
• Hampir sama dengan tipe tuberkoloid
• Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak sejelas tipe TT.
3. Tipe Mid Borderline ( BB )
• Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai.
• Lesi dapat berbentuk macula infiltrate.
4. Tipe Borderline Lepromatus ( BL )
Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya, beberapa nodus melekuk bagian tengah, beberapa plag tampak seperti punched out.
5. Tipe Lepromatosa ( LL )
• Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus, lebih eritoma, berkilap, batas tidak tegas atau tidak ditemuka anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.
• Distribusi lesi khas :
o Wajah : dahi, pelipis, dagu, cuping telinga.
o Badan : bahian belakang, lengan punggung tangan, ekstensor tingkat bawah.
6. Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi Redley & Jopling)
• Beberapa macula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar normal.
• Lokasi bahian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka, kadang-kadang dapat ditemukan makula hipestesi dan sedikit penebalan saraf.
6. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri : HDR b/d inefektif koping indifidu
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d proses reaksi
7. Intervensi
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan inefektif koping indifidu.Tujuan :Klien dapat memnerima perubahan dirinya setelah diberi penjelasan dengan kriteria hasil :Klien dapat menerima perubahan dirinya, Klien tidak merasa kotor (selalu menjaga kebersihan), Klien tidak merasa malu
Intervensi :
• Bantu klien agar realistis, dapat menerima keadaanya dengan menjelaskan bahwa perubahan fisiknya tidak akan kembali normal.
• Ajarkan pada klien agar dapat selalu menjaga kebersihan tubuhnya dan latihan otot tangan dan kaki untuk mencegah kecacatan lebih lanjut.
• Anjurkan klien agar lebih mendekatkan pada Tuhan YME.
Gangguan rasa nyaman : nyeriberhubungan dengan luka amputasi
Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi dan nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan, dengan kriteria hasil :
• Klien merasakan nyeri berkurang di daerah operasi
• Klien tenang
• Pola istirahat-tidur normal, 7-8 jam sehari
Intervensi :
1. Kaji skala nyeri klien
2. Alihkan perhatian klien terhadap nyeri
3. Monitor keadaan umum dan tanda-tanda vital
4. Awasi keadaan luka operasi
5. Ajarkan cara nafas dalam & massage untuk mengurangi nyeri
6. Kolaborasi untuk pemberian obat antibiotik dan analgetik.
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsoe – Daili, Emmi S. 2003. Kusta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.
Stadar asuhan keperawatan RSUD Tugurejo Semarang. 2002. Ruang Kusta. Propinsi Jawa Tangah
Sjamsuhidajat. R dan Jong, Wimde. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC : Jakarta.

ASKEP EPILEPSI

A. PENGERTIAN.
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.

B. ETIOLOGI.
1. Idiopatik.
2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
- trauma lahir
- trauma kepala
- tumor otak
- stroke
- cerebral edema
- hypoxia
- keracunan
- gangguan metabolik
- infeksi.

C. PATOFISIOLOGI.
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya epilepsi).

Secara Patologi :
Fenomena biokimia sel saraf yang menandai epilepsi :
1. Ketidakstabilan membran sel saraf.
2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.
3. Polarisasi abnormal.
4. Ketidakseimbangan ion.



D. KLASIFIKASI DAN GAMBARAN KLINIS.
1. Epilepsi Umum.
- Grand mal.
- Petit mal.
- Infantile spasm.
2. Epilepsi Jenis Focal / Parsial.
- Focal motor.
- Focal sensorik.
- Psikomotor.

Gejala :
1. Bangkitan umum :
- Tonik : 20 – 60 detik.kontraksi otot, tungkai dan siku fleksi, leher dan punggung melengkung, jeritan epilepsi (aura).
- Klonik : spasmus 40 detik.flexi berseling relaksasi, hypertensi, midriasis, takikardi, hyperhidrosis, hypersalivasi.
- Pasca Serangan : aktivitas otot terhenti
klien sadar kembali
lesu, nyeri otot dan sakit kepala
klien tertidur 1-2 jam.
2. Jenis parsial :
- Sederhana : tidak terdapat gangguan kesadaran.
- Komplex : gangguan kesadaran.


Ad :
1. Grand mal (Tonik Klonik) :
- Ditandai dengan aura : sensasi pendengaran atau penglihatan.
- Hilang kesadaran.
- Epileptik cry.
- Tonus otot meningkat sikap fleksi / ekstensi.
- Sentakan, kejang klonik.
- Lidah dapat tergigit, hypertensi, tachicardi, berkeringat, dilatasi pupil dan hypersalivasi.
- Setelah serangan pasien tertidur 1-2 jam.
- Pasien lupa, mengantuk dan bingung.

2. Petit mal :
- Hilang kesadaran sebentar.
- Klien tampak melongo.
- Apa yang dikerjakannya terhenti.
- Klien terhuyung tapi tidak sampai jatuh.

3. Infantile Spasm :
- Terjadi usia 3 bulan – 2 tahun.
- Kejang fleksor pada ektremitas dan kepala.
- Kejang hanya beberapa fetik berulang.
- Sebagian besar klien mengalami retardasi mental.

4. Focal motor :
Lesi pada lobus frontal.

5. Focal Sensorik :
Lesi pada lobus parietal.

6. Focal Psikomotor :
Disfungsi lobus temporal.



E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi.
Pemeriksaan EEG :
Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Ada kelainan berupa epilepsiform discharge atau epileptiform activity), misalnya spike sharp wave, spike and wave dan sebagainya. Rekaman EEG dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal atau subkortikal dan sebagainya. Harus dilakukan secara berkala (kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai rekaman EEG yang normal).
Pemeriksaan radiologis :
Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagainya.
Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub arachnoid serta gambaran otak.
Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak, penyumbatan, neoplasma / hematome/ abses.

F. KOMPLIKASI.
Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang berulang.
Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.




G. PENATALAKSANAAN.
Medik :
a. Pengobatan Kausal :
Perlu diselidiki apakah pasien masih menderita penyakit yang aktif, misalnya tumor serebri, hematome sub dural kronik. Bila ya, perlu diobati dahulu.
b. Pengobatan Rumat :
Pasien epilepsi diberikan obat antikonvulsan secara rumat. Di klinik saraf anak FKUI-RSCM Jakarta, biasanya pengobatan dilanjutkan sampai 3 tahun bebas serangan, kemudian obat dikurangi secara bertahap dan dihentikan dalam jangka waktu 6 bulan. Pada umumnya lama pengobatan berkisar antara 2-4 tahun bebas serangan. Selama pengobatan harus diperiksa gejala intoksikasi dan pemeriksaan laboratorium secara berkala.

Obat yang dipakai untuk epilepsi yang dapat diberikan pada semua bentuk kejang :
- Fenobarbital, dosis 3-8 mg/kg BB/hari.
- Diazepam, dosis 0,2 -0,5 mg/Kg BB/hari.
- Diamox (asetazolamid); 10-90 mg/Kg BB/hari.
- Dilantin (Difenilhidantoin), dosis 5-10 mg/Kg BB/hari.
- Mysolin (Primidion), dosis 12-25 mg /Kg BB/hari.

Bila menderita spasme infantil diberikan :
- Prednison dosisnya 2-3 mg/Kg BB/hari.
- Dexametasone, dosis 0,2-0,3 mg/Kg BB/hari.
- Adrenokortikotropin, dosis 2-4 mg/Kg BB/hari.
Keperawatan :
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah resiko terjadinya bahaya akibat bangkitan epilepsi, gangguan rasa aman dan nyaman, resiko terjadi gangguan psikososial , kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.

1. DATA DASAR PENGKAJIAN PASIEN.
AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala : Keletihan, kelemahan umum.
Keterbatasan dalam aktivitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat .
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot.
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
SIRKULASI
Gejala : Iktal : Hypertensi, peningkatan nadi, sianosis.
Postiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
INTEGRITAS EGO
Gejala : Stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan / atau penanganan.
Peka rangsang; perasaan tidak ada harapan / tidak berdaya. Perubahan dalam berhubungan.
Tanda : Pelebaran rentang respons emosional.
ELIMINASI
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Postiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik urine / fekal).
MAKANAN / CAIRAN
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang.
Tanda : Kerusakan jaringan lunak / gigi (cedera selama kejang).
Hyperplasia gingival (efek samping pemakaian Dilantin jangka panjang).
NEUROSENSORI
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi serebral.
Adanya aura (rangsangan visual, auditorius, area halusinogenik).
Postiktal : kelemahan, nyeri otot, area parestese / paralisis.
Tanda : Karakteristik kejang :
Kejang umum.
Kejang parsial (kompleks).
Kejang parsial (sederhana).
NYERI / KENYAMANAN
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode postiktal.
Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati-hati.
Perubahan tonus otot.
Tingkah laku gelisah / distraksi.
PERNAFASAN
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat; peningkatan sekresi mukus.
Fase postiktal : apnea.
KEAMANAN
Gejala : Riwayat terjatuh / trauma, fraktur.
Adanya alergi.
Tanda : Trauma pada jaringan lunak / ekimosis.
Penurunan kekuatan / tonus otot secara menyeluruh.
INTERAKSI SOSIAL
Gejala : Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan sosialnya.
Pembatasan / penghindaran terhadap kontak sosial.

PENYULUHAN / PEMBELAJARAN
Gejala : Adanya riwayat epilepsi pada keluarga. Penggunaan / ketergantungan obat (termasuk alkohol).

PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Mencegah / mengendalikan aktivitas kejang.
2. Melindungi pasien dari cedera.
3. Mempertahankan jalan nafas.
4. Meningkatkan harga diri yang positif.
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan penanganannya.

TUJUAN PEMULANGAN
1. Serangan kejang terkontrol.
2. Komplikasi / cedera dapat dicegah.
3. Mampu menunjukkan citra tubuh.
4. Pemahaman terhadap proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :

 Resiko tinggi terhadap trauma / penghentian pernafasan berhubungan dengan perubahan kesadaran; kelemahan; kehilangan koordinasi otot besar atau kecil.
RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
- Gali bersama-sama klien berbagai stimulasi yang dapat menjadi pencetus kejang.
Rasional : alkohol, berbagai obat dan stimulasi lain (seperti kurang tidur, lampu yang terlalu terang, menonton televisi terlalu lama) dapat meningkatkan aktivitas otak, yang selanjutnya meningkatkan resiko terjadinya kejang.
- Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang terpasang dengan posisi tempat tidur rendah.
Rasional : mengurangi trauma saat kejang (sering / umum) terjadi selama pasien berada di tempat tidur.
- Tinggallah bersama pasien dalam waktu beberapa lama selama / setelah kejang.
Rasional : meningkatkan keamanan pasien.
- Catat tipe dari aktivitas kejang (seperti lokasi / lamanya aktivitas motorik, hilang kesadaran, inkontinensia, dan lain-lain) dan berapa kali terjadi (frekuensi / kekambuhannya).
Rasional : membantu untuk melokalisasi daerah otak yang terkena.



 Resiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas / pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler; obstruksi trakeobronkial.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
- Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut dari benda / zat tertentu / gigi palsu atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal.
Rasional : menurunkan resiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.
- Letakkan pasien dalam posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang.
Rasional : meningkatkan aliran (drainase) sekret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas.
- Tanggalkan pakaian pada daerah leher / dada dan abdomen.
Rasional : untuk memfasilitasi usaha bernafas / ekspansi dada.
- Masukkan spatel lidah / jalan nafas buatan atau gulungan benda lunak sesuai dengan indikasi.
Rasional : jika memasukkannya di awal untuk membuka rahang, alat ini untuk mencegah tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan penghisapan lendir atau memberi sokongan terhadap pernafasan jika diperlukan.
- Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia.
- Kolaborasi dalam pemberian tambahan oksigen.
Rasional : dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun atau oksigen sekunder terhadap spasme vaskuler selama serangan kejang.


Gangguan harga diri / identitas diri berhubungan dengan persepsi tidak terkontrol; stigma berkenaan dengan kondisi; ditandai dengan : takut penolakan, perubahan persepsi tentang diri, kurang mengikuti / tidak berpartisipasi pada terapi.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :

- Diskusikan perasaan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri terhadap penanganan yang dilakukannya. Anjurkan untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional : reaksi yang ada bervariasi diantara individu dan pengetahuan / pengalaman awal dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan terhadap aturan pengobatan.
- Identifikasi / antisipasi kemungkinan reaksi orang pada keadaan penyakitnya.
Rasional : memberikan kesempatan untuk berespons pada proses pemecahan masalah dan memberikan tindakan kontrol terhadap situasi yang dihadapi.
- Gali bersama pasien mengenai keberhasilan yang telah diperoleh atau yang akan dicapai selanjutnya dan kekuatan yang dimilikinya.
Rasional : memfokuskan pada asfek positif dapat membantu untuk menghilangkan perasaan dari kegagalan atau kesadaran terhadap diri sendiri dan membentuk pasien mulai menerima penanganan terhadap penyakitnya.
- Diskusikan rujukan kepada psikoterapi dengan pasien atau orang terdekat.
Rasional : kejang mempunyai pengaruh yang besar pada harga diri seseorang dan pasien / orang terdekat dapat merasa berdosa atas keterbatasan penerimaaan terhadap dirinya dan stigma masyarakat. Konseling dapat membantu mengatasi perasaan terhadap kesadaran diri sendiri.

 Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, salah interpretasi informasi, kurang menginat, ditandai dengan : kurang mengikuti aturan obat, pertanyaan, kurang kontrol aktivitas kejang.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
- Jelaskan kembali mengenai patofisiologi / prognosis penyakit dan perlunya pengobatan / penanganan dalam jangka waktu yang lama sesuai prosedur.
Rasional : memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi kesalahan persepsi dan keadaan penyakit yang ada sebagai sesuatu yang dapat ditangani dalam cara hidup yang normal.
- Tinjau kembali obat-obat yang didapat, penting sekali memakan obat sesuai petunjuk, dan tidak menghentikan pengobatan tanpa pengawasan dokter. Termasuk petunjuk untuk pengurangan dosis.
Rasional : tidak adanya pemahaman terhadap obat-obatan yang didapat merupakan penyebab dari kejang yang terus menerus tanpa henti.
- Anjurkan pasien untuk memakai gelang / semacam petunjuk yang memberitahukan bahwa anda adalah penderita epilepsi.
Rasional : mempercepat penanganan dan menentukan diagnosa dalam keadaan darurat.
- Diskusikan manfaat dari kesehatan umum yang baik, seperti diet yang adekuat, istirahat yang cukup, latihan yang cukup dan hindari bahaya alkohol, kafein dan obat yang dapat menstimulasi kejang.
Rasional : aktivitas yang sedang dan teratur dapat membantu menuurnkan / mengendalikan faktor-faktor predisposisi yang meningkatkan perasaan sehat dan kemampuan koping yang baik dan juga meningkatkan harga diri.
 Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan sel otak dan aktivitas kejang sekunder terhadap epilepsi.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
- Ajarkan orang tua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
Rasional : memberikan gambaran tentang pola perkembangan anak sesuai dengan perkembangan di kelompok usianya.

- Observasi dan berikan kesempatan pada anak untuk memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan anak yang dapat dicapai dan membandingkan dengan pola perkembangan sesuai kelompok usia perkembangan.


DAFTAR PUSTAKA


Doengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC, Jakarta.

Mansjoer, Arif. dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Auskulapius, Jakarta

Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC, Jakarta

TINDAKAN DEBRIDEMENT PERAWATAN LUKA BAKAR

Pengertian:
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh api, dan oleh penyebab lain dengan akibat serangan. Dapat juga disebabkan oleh air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi.

Tujuan:
1. Untuk menentukan kedalaman luka bakar.
2. Untuk memberikan suportif atau resusitatif awal pada pasien dengan luka bakar.

Indikasi:
Luka bakar akibat listrik, bahan kimia, sengatan atau panas.

Persiapan Alat:
1. Sarung tangan bersih.
2. Sarung tangan steril.
3. Set steril.
- Kain kasa ukuran 4x4.
- Instrumen bak/bengkok.
- Duk steril.
- Kom kecil.
- Gunting.
- Pinset dan arteri klem.
4. Cairan NaCl 0,9%.
5. Spuit steril.
6. Gown bersih/celemek.
7. Pinset bersih.
8. Pengalas atau under pad.
9. Plester.
10. Tempat sampah.
11. Selimut ekstra (bila perlu).

Cara Kerja:
1. Jelaskan kepada klien prosedur dan tujuan mengganti luka.
2. Kaji skala nyeri, berikan obat analgesik 30 menit sebelum melakukan prosedur.
3. Bawa alat ke dekat pasien dan anjurkan kepada klien agar tidak menyentuh alat selama melakukan prosedur.
4. Jaga privasi klien.
5. Atur posisi klien yang nyaman dan tutup klien dengan selimut ekstra.
6. Letakkan alat-alat dekat dengan pasien.
7. Pasang under pad di bawah area yang ada luka.
8. Buka selimut dan baju klien sehingga bagian yang luka kelihatan.
9. Tempatkan bengkok di bawah luka.
10. Cuci tangan selama 1 menit dan pakai sarung tangan bersih.
11. Angkat balutan yang lama bagian luar dengan pinset bersih dan tinggalkan verban bagian dalam.
12. Nilai luka seperti jaringan granulasi, dehiscence, inflamasi serta karakter luka seperti: warna dan bau.
13. Nilai kulit sekitar luka: ekskoreasi, rednes, dan inflamasi.
14. Buka sarung tangan dan cuci tangan selama 3 menit.
15. Siapkan area steril.
16. Buka set balutan dan tuangkan cairan steril ke dalam kom kecil.
17. Buka bungkus spuit 20-50 cc, letakkan di area steril tanpa menyentuh area tersebut.
18. Pakai sarung tangan steril.
19. Peras kain kasa dan tempatkan pada bak instrument.
20. Isi cairan spuit.
21. Pasang duk steril di sekitar luka dan angkat balutan luka bagian dalam dengan pinset steril secara hati-hati lalu buang ke bengkok. Apabila balutan sukar diangkat, katakan kepada klien bahwa kondisi ini akan membuat anda tidak nyaman atau nyeri, jangan dituangkan cairan karena akan merusak jaringan pada saat verban diangkat.
22. Dekatkan spuit yang berisi cairan ke luka dan semprotkan secara hati-hati mulai dari permukaan luka sampai ke bagian yang dalam. Lakukan sampai cairan habis atau cairan yang keluar dari luka menjadi bening. Inspeksi luka, bila ada jaringan nekrose lakukan nekrotomi dengan mengangkat jaringan nekrotik, lalu bersihkan dengan kain kasa yang telah dilembabkan. Bersihkan luka dengan kain kasa 2x2 yang lembab mulai dari daerah tengah ke pinggir luar. Apabila lukanya dalam, ganti ujung spuit dengan kateter yang lembut dan masukkan ke dalam luka, lalu lakukan irigasi sampai air keluar dari luka menjadi bening.
23. Keringkan luka dengan kain kasa steril.
24. Setelah bersih, kompres dengan kain kasa lembab dan tutup dengan kasa kering.
25. Buka sarung tangan.
26. Rekatkan dengan plester, kembalikan posisi yang nyaman.
27. Rapikan alat-alat dan kembalikan ke tempatnya.
28. Cuci tangan.

IRIGASI TELINGA

IRIGASI TELINGA

Pengertian:
Irigasi telinga adalah suatu usaha untuk memasukkan cairan dalam telinga.
Tujuan: Untuk membersihkan atau mengeluarkan benda asing dari dalam telinga.

Indikasi:
1. Sumbatan serumen.
2. Adanya benda asing dalam telinga.

Kontra Indikasi:
1. Gangguan pada membran tympani.

Kemungkinan Komplikasi:
Ruptur (pecah) pada membran tympani.

Peralatan:
1. Alat irigasi telinga dengan penghisap (peralatan dapat bervariasi dari sprit balon sampai water pik) bila tersisa.
2. Sediakan forset telinga.
3. Air (sama dengan suhu tubuh)
4. Basin (bengkok) untuk menampung cairan.
5. Handuk/laken untuk menutupi pakaian pasien.

Prosedur Kerja:
1. Kumpulkan semua peralatan.
2. Identifikasi pasien.
3. Jelaskan prosedur tindakan pada pasien.
4. Cuci tangan.
5. Tutupi pasien dengan handuk/laken.
6. Berikan pasien posisi duduk.
7. Tarik aurikel (daun telinga) ke atas dan ke belakang.
8. Arahkan aliran cairan dari bagian atas liang telinga menggunakan spuit balon/water pik.
9. Keringkan bagian luar telinga setelah irigasi telinga dilakukan.

Tindak Lanjut:
1. Kaji keberhasilan irigasi telinga.
2. Kaji rasa nyaman pasien.
3. Bersihkan peralatan.

Dokumentasi:
1. Tanggal dan waktu prosedur.
2. Tipe dan jumlah cairan.
3. Toleransi pasien terhadap prosedur.
4. Karakter cairan yang keluar.
5. Intruksi-intruksi yang diperlukan oleh pasien atau keluarga.

Pemberian Obat Tetes Telinga:
Petunjuk cara menggunakan beter telinga yaitu:
1. Hangatkan larutan sepanas suhu badan (tidak lebih 38 °C) dapat timbul vertigo (pusing) bila cairan kepanasan atau kedinginan (obat tetesnya boleh genggam di dalam tangan beberapa saat atau rendam dalam cairan hangat).
2. Usahakan agar telinga pasien ke atas.
3. Luruskan lubang telinga dengan menarik daun telinga ke atas dan ke belakang (pada orang dewasa).
4. Teteskan obat pada dinding saluran.
Tujuan: Supaya cairan mudah mengalir melalui dinding telinga kalau ditetes ke tengah dapat menghalang gelembung udara.
5. Pertahankan kepala pasien pada posisi tadi selama 2-3 menit.
6. Keringkan telinga luar dari obat untuk mencegah iritasi.
7. Tutup telinga dengan kapas bila perlu.

ASKEP SINUSITIS

1 DEFINISI SINUSITIS
Sinusitis adalah suatu keradangan yang terjadi pada sinus. Sinus sendiri adalah rongga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis, yaitu
a. Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis
b. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung
c. Sinus Ethmoid, terletak diantara mata, tepat di belakang tulang hidung
d. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid & dibelakang mata
Didalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu-bulu halus yang disebut dengan cilia. Fungsi dari cilia ini adalah untuk mendorong lendir yang di produksi didalam sinus menuju ke saluran pernafasan. Gerakan cilia mendorong lendir ini berguna untuk membersihkan saluran nafas dari kotoran ataupun organisme yang mungkin ada. Ketika lapisan rongga sinus ini membengkak maka cairan lendir yang ada tidak dapat bergerak keluar & terperangkap di dalam rongga sinus. Jadi sinusitis terjadi karena peradangan didaerah lapisan rongga sinus yang menyebabkan lendir terperangkap di rongga sinus & menjadi tempat tumbuhnya bakteri.
Sinusitis paling sering mngenai sinus maksila (Antrum Highmore), karena merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
2.2 KLASIFIKASI SINUSITIS
Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
1. Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu.
Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.
2. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
2.3 ETIOLOGI SINUSITIS
Pada Sinusitis Akut, yaitu:
1. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
3. Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.
4. Peradangan menahun pada saluran hidung
Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.
5. Septum nasi yang bengkok
6. Tonsilitis yg kronik
Pada Sinusitis Kronik, yaitu:
1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
2. Alergi
3. Karies dentis ( gigi geraham atas )
4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
6. Tumor di hidung dan sinus paranasal.
2.4 MANIFESTASI KLINIK
2.4.1 Sinusitis maksila akut
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada pipi terutama sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.
2.4.2 Sinusitis etmoid akut
Gejala : ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.
2.4.3 Sinusitis frontal akut
Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang.
2.4.4 Sinusitis sphenoid akut
Gejala : nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring
2.4.5 Sinusitis Kronis
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan sering demam.
2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
2.5.1 Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.
2.5.2 Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
2.5.3 Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)
2.5.4 Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.
2.5.5 X Foto sinus paranasalis:
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s, Posteroanterior dan Lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.
Posisi Water’s adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan Posisi Lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid
2.5.6 Pemeriksaan CT -Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :
a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level.
b. Polip yang mengisi ruang sinus
c. Polip antrokoanal
d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer.
2.5.7 Pemeriksaan di setiap sinus
a. Sinusitis maksila akut
Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadang-kadang dapat terlihat berasal dari meatus medius mukosa hidung. Mukosa hidung tampak membengkak (edema) dan merah (hiperemis). Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di nasofaring.
Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu kedalam mulut dan ditekankan ke langit-langit, akan tampak pada sinus maksila yang normal gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinus maksila gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan di sinus maksila, dapat sebelah (unilateral), dapat juga kedua belah (bilateral ).
b. Sinusitis etmoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung edema dan hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat perselubungan di sinus etmoid.
c. Sinusitis frontal akut
Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam, akan tampak bentuk sinus frontal di dahi yang terang pada orang normal, dan kurang terang atau gelap pada sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan radiologik, tampak pada foto roentgen daerah sinus frontal berselubung.
d. Sinusitis sfenoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen.
2.6 PENATALAKSANAAN
2.6.1 Penatalaksanaan Medis
1. Drainage
a. Dengan pemberian obat, yaitu
Dekongestan local : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak).
Dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg.
b. Surgikal dengan irigasi sinus maksilaris.
2. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) yaitu :
a. Ampisilin 4 X 500 mg
b. Amoksilin 3 x 500 mg
c. Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
d. Diksisiklin 100 mg/hari.
3. Pemberian obat simtomatik
Contohnya parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
4. Untuk Sinusitis kromis bisa dengan
a. Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
b. Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
c. Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi).
2.6.2 Penatalaksanaan Pembedahan
Pencucian sinus paranasal :
a. Pada sinus maksila
Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan garam fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya memasukkan kapas yang telah diteteskan xilokain dan adrenalin ke daerah meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung trokar diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang dinding sinus maksila bagian medial tembus, maka jarum trokar dicabut, sehingga tinggal pipa selubungnya berada di dalam sinus maksila. Pipa itu dihubungkan dengan semprit yang berisi larutan garam fisiologis, atau dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu.
Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air cucian sinus akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok.
Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang fungsi, maka untuk memasukkan pipa dipakai trokar yang tumpul. Tapi tindakan seperti ini dapat menimbulkan kemungkinan trokar menembus melewati sinus ke jaringan lunak pipi,dasar mata tertusuk karena arah penusukan salah, emboli udara karena setelah menyemprot dengan air disemprotkan udara dengan maksud mengeluarkan seluruh cairn yang telah dimasukkan serta perdarahan karena konka inferior tertusuk. Lubang fungsi ini dapat diperbesar, dengan memotong dinding lateral hidung, atau dengan memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut antrostomi, dan dilakukan di kamar bedah, dengan pasien yang diberi anastesi.
b. Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid
Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah dengan pasien ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan. Kedalam hidung diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus menyebut “kek-kek” supaya HCL efedrin yang diteteskan tidak masuk ke dalam mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak dibawah ( yaitu sinus paranasal, oleh karena kepala diletakkan ebih rendah dari badan). Ke dalam lubang hidung dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan dengan alat pengisap untuk menampung ingus yang terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu dibuat lubang yang dapat ditutup dan dibuka dengan ujung jari jempol. Pada waktu lubang ditutup maka akan terisap ingus dari sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa tidak ditutup. Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali seminggu.
Pembedahan, dilakukan :
a. bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap kental.
b. bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal.
Persiapan sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan) dengan CT scan.
Macam pembedahan sinus paranasal
1. Sinus maksila
a. Antrostomi, yaitu membuat saluran antara rongga hidung dengan sinus maksila di bagian lateral konka inferior. Gunanya ialah untuk mengalirkan nanah dan ingus yang terkumpul di sinus maksila.
Alat yang perlu disiapkan ialah :
- alat fungsi sinus maksila
- semprit untuk mencuci
- pahat untuk memotong dinding lateral hidung
- alat pengisap
- tampon kapas atau kain kasa panjang yang diberi salep
Tindakan dilakukan di kamar besdah, dengan pembiusan ( anastesia ), dan pasien dirawat selama 2 hari.
Perawatan pasca tindakan :
- beri antrostomi dilakukan pada kedua belah sinus maksila, maka kedua belah hidung tersumbat oleh tampon. Olehkarena itu pasien harus bernafas melalui mulut, dan makanan yang diberikan harus lunak.
- tampon diangkat pada hari ketiga, setelah itu, bila tidak terdapat perdarahan, pasien boleh pulang.
b. Operasi Caldwell-Luc
Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan menembus tulang pipi. Supaya tidak terdapat cacat di muka, maka insisis dilakukan di bawah bibir, di bagian superior ( atas ) akar gigi geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas tulang pipi diangkat kearah superior, sehingga tampak tulang sedikit di atas cuping hidung, yang disebut fosa kanina. Dengan pahat atau bor tulang itu dibuka, dengan demikian rongga sinus maksila kelihatan. Dengan cunam pemotong tulang lubang itu diperbesar. Isi sinus maksila dibersihkan. Seringkali akan terdapat jaringan granulasi atau polip di dalam sinus maksila. Setelah sinus bersih dan dicuci dengan larutan bethadine, maka dibuat anthrostom. Bila terdapat banyak perdarahan dari sinus maksila, maka dimasukkan tampon panjang serta pipa dari plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi ke luar rongga hidung. Kemudian luka insisi dijahit.
Perawatan pasca bedah :
- beri kompres es di pipi, untuk mencegah pembengkakan di pipi pasca-bedah.
- perhatikan keadaan umum : nadi, tensi,suhu
- perhatikan apakah ada perdarahan mengalir ke hidung atau melalui mulut. Apabila terdapat perdarahan, maka dokter harus diberitahu.
- makanan lunak
-tampon dicabut pada hari ketiga.
2. Sinus etmoid
Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dengan membuat insisi di batas hidung dengan pipi (ekstranasal).
a. Etmoidektomi intranasal
Alat yang diperlukan ialah :
a. spekulum hidung
b. cunam pengangkat polip
c. kuret ( alat pengerok )
d. alat pengisap
e. tampon
Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia). Dapat juga dengan bius lokal (analgesia). Setelah konka media di dorong ke tengah, maka dengan cunam sel etmoid yang terbesar ( bula etmoid ) dibuka. Polip yang ditemukan dikeluarkan sampai bersih. Sekarang tindakan ini dilakukan dengan menggunakan endoskop, seh igga apa yang akan dikerjakan dapat dilihat dengan baik.
Perawatan pasca-bedah yang terpenting ialah memperhatikan kemungkinan perdarahan.
b. Etmoidektomi ekstranasal
Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di daerah itu sinus etmoid dibuka, kemudian dibersihkan.
3. Sinus frontal
Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian. Insisi dibuat seperti pada insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian diteruskan ke atas alis.Tulang frontal dibuka dengan pahat atau bor, kemudian dibersihkan. Salurannya ke hidung diperikasa, dan bila tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga sinus frontal bersih, luka insisi dijahit, dan diberi perban-tekan. Perban dibuka setelah seminggu.
Seringkali pembedahan untuk membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus etmoid, yang disebut fronto-etmoidektomi.
4. Sinus sfenoid
Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah dengan memakai endoskop. Biasanya bersama dengan pembersihan sinus etmoid dan muara sinus maksila serta muara sinus frontal, yang disebut Bedah Endoskopi Sinus Fungsional.
Bedah endoskopi sinus fungsional ( FESS=functional endoscopic sinus surgery)
Cara pemeriksaan ini ialah dengan mempergunakan endoskop, tanpa melakukan insisis di kulit muka.
Endoskop dimasukkan ke dalam rongga hidung. Karena endoskop ini dihubungkan dengan monitor (seperti televisi), maka dokter juga melakukan pembedahan tidak perlu melihat kedalam endoskop, tetapi cukup dengan melihat monitor.
Dengan bantuan endoskop dapat dibersihkan daerah muara sinus, seperti daerah meatus medius untuk sinus maksila, sinus etmoid anterior dan sinus frontal.
Endoskop juga dapat dimasukkan kedalam sinus etmoid anterior dan posterior untuk membuka sel-sel sinus etmoid. Kemudian dapat diteruskan kedalam sinus sfenoid yang terletak dibelakang sinus etmoid apabila di CT scan terdapat kelainan di sinus sfenoid.
Sekitar sinus yang sakit dibersihakan, dilihat juga muara sinus-sinus yang lain. Setelah selesai, rongga hidung di tampoan untuk mencegah perdarahan. Tampon dicabut pada hari ketiga.
2.7 KOMPLIKASI
2.7.1 Kelainan pada Orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita juga.
Pada komplikasi ini terdapat lima tahapan :
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan.
Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini.
b. Selulitis orbita
Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.
c. Abses subperiosteal
Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
d. Abses orbita
Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
e. Thrombosis sinus kavemosus
Akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.
2.7.2 Kelainan intracranial
a. Meningitis akut
Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
b. Abses dura
Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.
c. Abses subdural
Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
d. Abses otak
Setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.
2.7.3 Osteitis dan Osteomylitis.
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.
2.7.4 Mukokel
Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
2.7.5 Pyokokel.
Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
3.1.2 Riwayat Sakit dan Kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala sinus dan tenggorokan
2. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam, pusing, ingus kental di hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman berkurang.
3. Riwayat penyakit dahulu
a. Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma.
b. Klien pernah mempunyai riwayat penyakit THT.
c. Klien pernah menderita sakit gigi geraham.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
a. Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien ( cemas atau sedih )
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup
Contohnya untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.
c. Pola istirahat dan tidur
Adakah indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena sering flu.
d. Pola persepsi dan konsep diri
Klien sering flu terus menerus dan berbau yang menyebabakan konsep diri menurun.
e. Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu kaena hidung buntu akibat flu terus menerus ( baik purulen, serous maupun mukopurulen ).
3.1.3 Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan sinusitis meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (breath)
a. Bentuk dada : normal
b. Pola napas : tidak teratur
c. Suara napas : ronkhi
d. Sesak napas : ya
e. Batuk : tidak
f. Retraksi otot bantu napas ; ya
g. Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)
2. Kardiovaskular B2 (blood)
a. Irama jantung : regular
b. Nyeri dada : tidak
c. Bunyi jantung ; normal
d. Akral : hangat
3. Persyarafan B3 (brain)
a. Penglihatan (mata) : normal
b. Pendengaran (telinga) : tidak ada gangguan
c. Penciuman (hidung) : ada gangguan
d. Kesadaran: gelisah
e. Reflek: normal
4. Perkemihan B4 (bladder)
a. Kebersihan : bersih
b. Bentuk alat kelamin : normal
c. Uretra : normal
d. Produksi urin: normal
5. Pencernaan B5 (bowel)
a. Nafsu makan : menurun
b. Porsi makan : setengah
c. Mulut : bersih
d. Mukosa : lembap
6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
a. Kemampuan pergerakan sendi : bebas
b. Kondisi tubuh: kelelahan
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efetif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang mengental.
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan manurun sekunder dari peradangan dengan sinus.
5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder akibat peradangan hidung.
6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis ( irigasi sinus / operasi )
3.3 INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang mengental.
Tujuan : bersihan jalan nafas menjadi efektif setelah secret dikeluarkan.
Kriteria hasil :
- Respiratory Rate 16-20x/menit
- Suara napas tambahan tidak ada
- Ronkhi (-)
- Dapat melakukan batuk efektif
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji penumpukan secret yang ada
b. Observasi tanda-tanda vital.
c. Ajarkan batuk efektif
d. Koaborasi nebulizing dengan tim medis untuk pembersihan secret
e. Evaluasi suara napas, karakteristik sekret, kemampuan batuk efektif
a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b. Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi.
c. Mengeluarkan sekret di jalan napas
d. Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret.
e. Ronkhi (-) mengindikasikan tidak ada cairan/sekret pada paru, jumlah, konsistensi, warna sekret dikaji untuk tindakan selanjutnya
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
- Klien tidak merasa kesakitan.
- Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4
b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman.
c. Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi
d. Kolaborasi analgesic
e. Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian analgesik untuk mengkaji efektivitasnya dan setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari.
a. Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera.
b. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
c. Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan
d. Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang
e. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan manurun sekunder akibat peradangan dengan sinus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil :
- Antropometri: berat badan tidak turun (stabil), tinggi badan, lingkar lengan
- Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
- Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah
- Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan.
c. Mencatat intake dan output makanan klien.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit
e. Manganjurkn makan sedikit- sedikit tapi sering.
f. Menyarankan kebiasaan untuk oral hygine sebelum dan sesudah makan
a. Mengetahui kekurangan nutrisi klien.
b. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi untuk meningkatkan pemenuhan nutrisi.
c. Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien.
d. Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat badannya.
e. Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung.
f. Meningkatkan selera makan klien.
4. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
Tujuan : suhu tubuh kembali dalam keadaan normal
Kriteria hasil :
- suhu tubuh 36,5-37,5 C
- kulit hangat dan lembab, membran mukosa lembab
INTERVENSI RASIONAL
a. Monitoring perubahan suhu tubuh
b. Mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh dengan pemasangan infus
c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik guna mengurangi proses peradangan (inflamasi)
d. Anjurkan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal sehingga metabolisme dalam tubuh dapat berjalan lancar a. Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui perkembangan dan kemajuan dari pasien.
b. Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga homeostasis (keseimbangan) tubuh. Apabila suhu tubuh meningkat maka tubuh akan kehilangan cairan lebih banyak.
c. Antibiotik berperan penting dalam mengatasi proses peradangan (inflamasi)
d. Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat kekebalan/ sistem imun bisa melawan semua benda asing (antigen) yang masuk.
5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder akibat peradangan hidung.
Tujuan : Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman.
Kriteria hasil :
- Klien tidur 6 – 8 jam sehari.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji kebutuhan tidur klien.
b. Menciptakan suasana yang nyaman.
c. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat a. Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat atau tidur.
b. Supaya klien dapat tidur dengan nyaman dan tenang.
c. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung
6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis ( irigasi sinus / operasi ).
Tujuan : Perasaan cemas klien berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
- Klien dapat menggambarkan tingkat keemasa dan pola kopingnya.
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang di deritanya serta pengobatannya.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien dengan,
- Temani klien
- Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien )
c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya secara perlahan dan tenang serta menggunakan kalimat yang jelas, singkat dan mudah dimengerti
d. Menjauhkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
- Batasi kontak dengan orang lain atau klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
e. Observasi tanda-tanda vital.
f. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. a. Menentukan tindakan selanjutnya.
b. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan.
c. Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif.
d. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
e. Mengetahui perkembangan klien secara dini.
f. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.

ASKEP PYELONEFRITIS

Definisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)
B. Etiologi
1. Bakteri (Escherichia coli, Klebsielle pneumoniac, Streptococus fecalis, dll). Escherichia coli merupakan penyebab 85% dari infeksi (www.indonesiaindonesia.com/f/10918-pielonefritis).
2. Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat
3. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke dalam ureter.
4. Kehamilan
5. Kencing Manis
6. Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk malawan infeksi.

C. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada beberapa kasus juga menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat.
Dapat terjadi kolik renalis, di mana penderita merasakan nyeri hebat yang desebabkan oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi. Bisa terjadi pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot perut berkontraksi kuat.
Pada pielonefritis kronis, nyerinya dapat menjadi samar-samar dan demam menjadi hilang timbul atau malah bisa tidak ditemukan demam sama sekali.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Whole blood
2. Urinalisis
3. USG dan Radiologi
4. BUN
5. creatinin
6. serum electrolytes

E. Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):
• Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
• Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
• Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.

Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437).
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
• Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.
• Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine)
• Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara progresif.

2. Penetalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
• Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.
• Monitor Vital Sign
• Melakukan pemeriksaan fisik
• Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.
• Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.
• Memantau input dan output cairan.
• Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes)
• Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur pengobatan. Karna pada kasus kronis, pengobatan bertambah lama dan memakan banyak biaya yangdapat membuat psien berkecil hati

G. Patofisiologi
Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra. Flora normal fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E. coli menyebabkan sekitar 85% infeksi.
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.

H. Diagnosa Keperawatan
a. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal.
b. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
c. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
d. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

I. Rencana Keperawatan
A. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal
Intervensi :
1)Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
Rasional :
Tanda vital menaDefinisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)
B. Etiologi
1. Bakteri (Escherichia coli, Klebsielle pneumoniac, Streptococus fecalis, dll). Escherichia coli merupakan penyebab 85% dari infeksi (www.indonesiaindonesia.com/f/10918-pielonefritis).
2. Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat
3. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke dalam ureter.
4. Kehamilan
5. Kencing Manis
6. Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk malawan infeksi.

C. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada beberapa kasus juga menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat.
Dapat terjadi kolik renalis, di mana penderita merasakan nyeri hebat yang desebabkan oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi. Bisa terjadi pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot perut berkontraksi kuat.
Pada pielonefritis kronis, nyerinya dapat menjadi samar-samar dan demam menjadi hilang timbul atau malah bisa tidak ditemukan demam sama sekali.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Whole blood
2. Urinalisis
3. USG dan Radiologi
4. BUN
5. creatinin
6. serum electrolytes

E. Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):
• Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
• Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
• Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.

Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437).
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
• Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.
• Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine)
• Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara progresif.

2. Penetalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
• Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.
• Monitor Vital Sign
• Melakukan pemeriksaan fisik
• Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.
• Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.
• Memantau input dan output cairan.
• Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes)
• Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur pengobatan. Karna pada kasus kronis, pengobatan bertambah lama dan memakan banyak biaya yangdapat membuat psien berkecil hati

G. Patofisiologi
Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra. Flora normal fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E. coli menyebabkan sekitar 85% infeksi.
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.

H. Diagnosa Keperawatan
a. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal.
b. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
c. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
d. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

I. Rencana Keperawatan
A. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal
Intervensi :
1)Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
Rasional :
Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh
2)Catat karakteristik urine
Rasional :
Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3)Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk mencegah stasis urine
4)Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
Rasional :
Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
5)Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
Rasional :
Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
6)Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
Rasional :
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra

B. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
Intervensi :
1)Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional :
Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
2)Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
3)Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional :
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
4)Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
Rasional :
Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
5)Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
Rasional :
Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.

C. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
Intervensi :
1)Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
Rasional :
Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2)Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
Rasional :
Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
3)Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk membantu klien dalam berkemih
4)Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
Rasional :
Analgetik memblok lintasan nyeri

D. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
Intervensi :
1)Kaji tingkat kecemasan
Rasional :
Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2)Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
3)Beri support pada klien
Rasional :
4)Beri dorongan spiritual
Rasional :
Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada klien
5)Beri penjelasan tentang penyakitnya
Rasional :
Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.

E. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
Intervensi:
1) Pantau suhu
Rasional:
Tanda vital dapat menandakan adanya perubahan di dalam tubuh.
2) Pantau suhu lingkungan
Rasional:
Suhu ruangan dan jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
3) Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik
Rasional:
Mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus
Diposkan oleh Tulus Andi di 08:58
0 komentar:
Poskan
ndakan adanya perubahan di dalam tubuh
2)Catat karakteristik urine
Rasional :
Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3)Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk mencegah stasis urine
4)Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
Rasional :
Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
5)Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
Rasional :
Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
6)Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
Rasional :
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra

B. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
Intervensi :
1)Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional :
Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
2)Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
3)Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional :
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
4)Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
Rasional :
Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
5)Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
Rasional :
Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.

C. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
Intervensi :
1)Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
Rasional :
Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2)Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
Rasional :
Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
3)Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk membantu klien dalam berkemih
4)Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
Rasional :
Analgetik memblok lintasan nyeri

D. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
Intervensi :
1)Kaji tingkat kecemasan
Rasional :
Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2)Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
3)Beri support pada klien
Rasional :
4)Beri dorongan spiritual
Rasional :
Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada klien
5)Beri penjelasan tentang penyakitnya
Rasional :
Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.

E. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
Intervensi:
1) Pantau suhu
Rasional:
Tanda vital dapat menandakan adanya perubahan di dalam tubuh.
2) Pantau suhu lingkungan
Rasional:
Suhu ruangan dan jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
3) Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik
Rasional:
Mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.